Observasi Suku Baduy
Semester 098
KELOMPOK 4
Anisa
Wahyu Utami
Adinda
Yuliana Putri
Eka
Junianti Widiawati
Lingga
Diamanti D
Kiagus
Fhirly L
Reza
Arafat
Raden
Pramuduto H
Jurusan
Sejarah
Program
Studi D3 Usaha Jasa Pariwisata 2012
Universitas
Negeri Jakarta
SUKU BADUY, BANTEN JAWA BARAT
Tanggal
: 5-7 April, 2013
Baduy
adalah suku yang berasal dari Banten, Jawa Barat. Baduy ini terbagi menjadi 2,
yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Semester 2 ini kami menempuh mata kuliah
Kesenian dan Kebudayaan Indonesia. Dan Suku Baduy ini lah yang kami pilih.
Pkl
16.00 WIB kami sampai di Baduy Luar, tepat nya di Desa Marengo. Di sebelah
barat desa ini berbatasan dengan sungai Ciujung, di sebelah timur desa ini
berbatasan dengan Kadu Ketuk, disebelah selatan desa ini berbatasan dengan Desa
Gajeboh, dan disebelah utara desa ini berbatasan dengan Desa Balimbing.
Sesampainya disana kami menempati rumah warga yang biasa kami menyebutnya
homestay. Pada saat kami menempati rumah ini, kebetulan sang pemilik rumah
sedang ke ladang. Rumah ini kokoh dengan bertembokan bambu.
Menjelang maghrib, sang pemilik rumah datang. Kami
seketika bingung harus bagaimana. Yang kami lakukan hanya member salam kepada
pemilik rumah. Pak daisan namanya. Rumah ini berada di depan sungai Ciujung,
yang jika sore kami memanfaatkan sungai ini untuk mandi. Begitupun penduduk disini
menggunakannya sebagai kehidupan sehari-hari ( McK). Di depan rumah kami,
terdapat ‘krangkeng’ begitu warga baduy menyebutnya. Krangkeng ini adalah
sebuat tempat untuk menyimpan kayu bakar sebagai persedian di dapur
mereka.
Rumah ini sangat sederhana. tidak ada bangku, meja
ataupun tempat tidur pada umumnya. Didalam rumah ini memiliki banyak ruang.
Disebelah barat, rumah ini memiliki ruangan yang digunakan untuk meletakkan barang barang untuk bertani.
Seperti cangkul, golok, ataupun arit. Disebelah timur terdapat kamar dan sebuah
dapur yang hanya beberapa kami masuk ke ruangan itu. Disebelah selatan adalah
pintu masuk. Dan disebelah utara terdapat tempelan foto yang tidak berbingkai.
Di dalam rumah ini terdapat Suami, Isteri, dan 2 orang anak. Kami senang
berkenalan dengan mereka. Dan inilah catatan hari pertama kami di Baduy…
Hari kedua pagi kami sarapan. Setelah sarapan kami tracking menuju desa Desa Cipaler. Kami
menuju Desa Cipaler dengan waktu 1,5 jam. Di Desa Cipaler kira-kira terdapat 70
rumah warga. Di Desa Cipaler, kami memulai observasi kami dengan memulai
berkomunikasi dengan masyarakat sana. Lalu kami berkenalan dengan Pak Sarda
salah satu warga Desa Cipaler. Yang bertempat tinggal dengan 1 orang istri dan
2 orang anak. Di rumah tersebut terdapat 2 kamar yang biasanya di depan rumah
warga-warga Desa Cipaler terdapat wadah untuk hasil panen seperti, pare terong
dan sebagainya. Pak sarda ini memiliki ladang pare yang tidak untuk diperjual
belikan karena pare ini sangat jarang ditemukan bila ingin dijual hanya kepada
tetangga tidak diperjual belikan untuk orang luar. 1 pare berharga Rp. 50. Di
depan rumah Pak Sarda juga terdapat jengjeng atau kayu yang digunakan untuk
penopang rumah warga Baduy.
Hari
ketiga kami di baduy sekitar pukul 07.00
pagi kami segera membersihkan diri dan bersiap-siap merapihkan barang
bawaan kami untuk segera pulang kembali ke Jakarta.Ketika kami ingin pulang dan
kami pun berpamitan pada seorang ibu dan anak-anaknya,ketika itu kami
membersihkan sampah-sampah yang ada sebelum kami berpamitan pulang.
Kebiasaan-kebiasaan yang ada di Desa
Cipaler yaitu ada pemikul padi dari Desa Ciboleger, jikalau kalian memperhatikan
tangan-tangan warga Baduy menggunakan gelang yang terbuat dari kain yang
berwarna putih, kain tersebut bernama “UBAR”. Kebiasaan yang lainnya yang ada
di Desa Cipaler yaitu, setiap sebulan sekali ada perkumpulan dengan Kokolot
atau sesepuh untuk membicarakan tentang
kondisi Baduy. Kebiasaan untuk wanita nya biasanya menenun di depan teras rumah
mereka. Tenun tersebut juga menjadi mata percaharian warga Baduy. 1 kain tenun
tersebut bila dijual kira kira memiliki kisaran harga Rp. 100.000 dengan jangka
membuat kain tenun selama 1 bulan.
Selain
itu mereka penduduk lokal juga sering membuat kerajinan tangan seperti
gantungan, gelang, kalung, ataupun cinderamata lainnya yang dijual kepada
wisatawan yang datang. Setelah kami
melakukan oservasi di desa cipaler lalu kami kembali ke desa yang kami inapi,
di desa Marengo. Pada sore hari kita bertemu wakil kepal desa yaitu jaro yang
bernama Pak Sarrman yang menjelaskan tentang seluk beluk desa ini, dengan adat
istiadatnya, kepribadian warga yang ada di baduy ini, informasi yang kami dapat
dari pak sarrman yaitu: penduduk desa kampung Marengo sebanyak 200 warga yang
bermukim di desa ini, warga sekitar yang mebutuhkan rumah tinggal biasanya
melakukan gotong royong dan melakukan upacara adat dan biasanya warga di desa
desa lain nya pekerja nya ada yang meminta bayaran dan ada juga yang sukarela.
Di
desa ini tidak sembarangan untuk membangun rumah. Dikarenakan menurut istiadat
mereka seperti itu. Sekalinya pun ada tanah kosong, dan ada warga yang ingin
membangun rumah harus di terawang dulu oleh paranormal, kebiasan itu yang
mereka lakukan untuk membangun rumah.
Teknologi
disini masih menggunakan alat tradisional. Mereka yang bertani, mereka yang ke
ladang masih menggunakan alat tradisional seperti golok, cangkul, arit, dan
sebagainya. Alat transportasinya pun mereka membangunnya bukan dengan aspal,
tetapi menggunakan bambu. Yang mereka lakukan secara gotong royong. Dalam mata
pencaharian mereka pun mereka masih menggunakan alat-alat tradisional,
contohnya: pada saat mereka mencari ikan disungai mereka masih menggunakan alat
tradisional seperti jaring.
Di
Baduy pun tidak menggunakan listrik. Mengapa ? Karena masyarakat Baduy masih
mempertahankan, menjaga, adat mereka. Saat kami berkunjung ke Baduy Luar, pada bulan
ini Baduy Dalam sedang mengadakan upacara adat selama 3 bulan berturut turut,
sehingga tidak boleh ada orang asing yang menuju kesana. Upacara ini adalah upacara yang bermaksud mengucapkan
terima kasih kepada sang pencipta, dan sesaji yang mereka berikan kepada alam
yang dia tempati ini. Contoh upacara yang di anut oleh suku baduy ini yaitu
tidak boleh membeli ikan yang ada di pasar dan warga baduy sendiri harus
mencari dari alam yang tuhan berikan kapada suku ini di suku ini juga mempuyai
acara-acara kuhus di bulan bulan tertentu.
No comments:
Post a Comment