Saturday, June 8, 2013

tekhnologi dan psikologis suku baduy




Observasi Suku Baduy
Semester 098
KELOMPOK 4
Anisa Wahyu Utami
Adinda Yuliana Putri
Eka Junianti Widiawati
Lingga Diamanti D
Kiagus Fhirly L
Reza Arafat
Raden Pramuduto H

Jurusan Sejarah
Program Studi D3 Usaha Jasa Pariwisata 2012
Universitas Negeri Jakarta

                                            SUKU BADUY, BANTEN JAWA BARAT

Tanggal : 5-7 April, 2013

Baduy adalah suku yang berasal dari Banten, Jawa Barat. Baduy ini terbagi menjadi 2, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Semester 2 ini kami menempuh mata kuliah Kesenian dan Kebudayaan Indonesia. Dan Suku Baduy ini lah yang kami pilih.
         Pkl 16.00 WIB kami sampai di Baduy Luar, tepat nya di Desa Marengo. Di sebelah barat desa ini berbatasan dengan sungai Ciujung, di sebelah timur desa ini berbatasan dengan Kadu Ketuk, disebelah selatan desa ini berbatasan dengan Desa Gajeboh, dan disebelah utara desa ini berbatasan dengan Desa Balimbing. Sesampainya disana kami menempati rumah warga yang biasa kami menyebutnya homestay. Pada saat kami menempati rumah ini, kebetulan sang pemilik rumah sedang ke ladang. Rumah ini kokoh dengan bertembokan bambu.
            Menjelang maghrib, sang pemilik rumah datang. Kami seketika bingung harus bagaimana. Yang kami lakukan hanya member salam kepada pemilik rumah. Pak daisan namanya. Rumah ini berada di depan sungai Ciujung, yang jika sore kami memanfaatkan sungai ini untuk mandi. Begitupun penduduk disini menggunakannya sebagai kehidupan sehari-hari ( McK). Di depan rumah kami, terdapat ‘krangkeng’ begitu warga baduy menyebutnya. Krangkeng ini adalah sebuat tempat untuk menyimpan kayu bakar sebagai persedian di dapur mereka. 
            Rumah ini sangat sederhana. tidak ada bangku, meja ataupun tempat tidur pada umumnya. Didalam rumah ini memiliki banyak ruang. Disebelah barat, rumah ini memiliki ruangan yang digunakan untuk  meletakkan barang barang untuk bertani. Seperti cangkul, golok, ataupun arit. Disebelah timur terdapat kamar dan sebuah dapur yang hanya beberapa kami masuk ke ruangan itu. Disebelah selatan adalah pintu masuk. Dan disebelah utara terdapat tempelan foto yang tidak berbingkai. Di dalam rumah ini terdapat Suami, Isteri, dan 2 orang anak. Kami senang berkenalan dengan mereka. Dan inilah catatan hari pertama kami di Baduy…
          
          Hari kedua pagi kami sarapan. Setelah sarapan kami tracking menuju desa Desa Cipaler. Kami menuju Desa Cipaler dengan waktu 1,5 jam. Di Desa Cipaler kira-kira terdapat 70 rumah warga. Di Desa Cipaler, kami memulai observasi kami dengan memulai berkomunikasi dengan masyarakat sana. Lalu kami berkenalan dengan Pak Sarda salah satu warga Desa Cipaler. Yang bertempat tinggal dengan 1 orang istri dan 2 orang anak. Di rumah tersebut terdapat 2 kamar yang biasanya di depan rumah warga-warga Desa Cipaler terdapat wadah untuk hasil panen seperti, pare terong dan sebagainya. Pak sarda ini memiliki ladang pare yang tidak untuk diperjual belikan karena pare ini sangat jarang ditemukan bila ingin dijual hanya kepada tetangga tidak diperjual belikan untuk orang luar. 1 pare berharga Rp. 50. Di depan rumah Pak Sarda juga terdapat jengjeng atau kayu yang digunakan untuk penopang rumah warga Baduy.
Hari ketiga kami di baduy sekitar pukul 07.00  pagi kami segera membersihkan diri dan bersiap-siap merapihkan barang bawaan kami untuk segera pulang kembali ke Jakarta.Ketika kami ingin pulang dan kami pun berpamitan pada seorang ibu dan anak-anaknya,ketika itu kami membersihkan sampah-sampah yang ada sebelum kami  berpamitan pulang.  

Kebiasaan-kebiasaan yang ada di Desa Cipaler yaitu ada pemikul padi dari Desa Ciboleger, jikalau kalian memperhatikan tangan-tangan warga Baduy menggunakan gelang yang terbuat dari kain yang berwarna putih, kain tersebut bernama “UBAR”. Kebiasaan yang lainnya yang ada di Desa Cipaler yaitu, setiap sebulan sekali ada perkumpulan dengan Kokolot atau sesepuh  untuk membicarakan tentang kondisi Baduy. Kebiasaan untuk wanita nya biasanya menenun di depan teras rumah mereka. Tenun tersebut juga menjadi mata percaharian warga Baduy. 1 kain tenun tersebut bila dijual kira kira memiliki kisaran harga Rp. 100.000 dengan jangka membuat kain tenun selama 1 bulan.
Selain itu mereka penduduk lokal juga sering membuat kerajinan tangan seperti gantungan, gelang, kalung, ataupun cinderamata lainnya yang dijual kepada wisatawan yang datang.  Setelah kami melakukan oservasi di desa cipaler lalu kami kembali ke desa yang kami inapi, di desa Marengo. Pada sore hari kita bertemu wakil kepal desa yaitu jaro yang bernama Pak Sarrman yang menjelaskan tentang seluk beluk desa ini, dengan adat istiadatnya, kepribadian warga yang ada di baduy ini, informasi yang kami dapat dari pak sarrman yaitu: penduduk desa kampung Marengo sebanyak 200 warga yang bermukim di desa ini, warga sekitar yang mebutuhkan rumah tinggal biasanya melakukan gotong royong dan melakukan upacara adat dan biasanya warga di desa desa lain nya pekerja nya ada yang meminta bayaran dan ada juga yang sukarela. 

Di desa ini tidak sembarangan untuk membangun rumah. Dikarenakan menurut istiadat mereka seperti itu. Sekalinya pun ada tanah kosong, dan ada warga yang ingin membangun rumah harus di terawang dulu oleh paranormal, kebiasan itu yang mereka lakukan untuk membangun rumah.
Teknologi disini masih menggunakan alat tradisional. Mereka yang bertani, mereka yang ke ladang masih menggunakan alat tradisional seperti golok, cangkul, arit, dan sebagainya. Alat transportasinya pun mereka membangunnya bukan dengan aspal, tetapi menggunakan bambu. Yang mereka lakukan secara gotong royong. Dalam mata pencaharian mereka pun mereka masih menggunakan alat-alat tradisional, contohnya: pada saat mereka mencari ikan disungai mereka masih menggunakan alat tradisional seperti jaring.

Di Baduy pun tidak menggunakan listrik. Mengapa ? Karena masyarakat Baduy masih mempertahankan, menjaga, adat mereka. Saat kami berkunjung ke Baduy Luar, pada bulan ini Baduy Dalam sedang mengadakan upacara adat selama 3 bulan berturut turut, sehingga tidak boleh ada orang asing yang menuju kesana.  Upacara ini adalah upacara yang bermaksud mengucapkan terima kasih kepada sang pencipta, dan sesaji yang mereka berikan kepada alam yang dia tempati ini. Contoh upacara yang di anut oleh suku baduy ini yaitu tidak boleh membeli ikan yang ada di pasar dan warga baduy sendiri harus mencari dari alam yang tuhan berikan kapada suku ini di suku ini juga mempuyai acara-acara kuhus di bulan bulan tertentu.


No comments:

Post a Comment